Senin, 27 Agustus 2018

DOA DINI HARI


Bersimpuh meniti  hening  malam
I’tikaf di rumah-Mu
Aku memulai dengan  harap
Mampu kupersempit ruang jarakku dengan-Mu
Agar kujumpai wajah-Mu dalam tawadho hati dan yakin yang lekat


Tapi doa-doa yang ku hantar, terasa tawar dibacakan,
Firman yang kuurai, terasa hambar dilidahkan
Tarawih yang kuuntai tanpa makna ditegakkan
Aku justru kerap kehilangan-MU,
Pada ruku dan sujud sembahyang

hatiku,
kuda-kuda liar,
Yang kembara di negeri asing,
aroma harum rambut  mileak  yang lekat dan tatapannya yang hangat,
impian  pangkat,
oleh oleh untuk kerabat
angan-angan dan mimpi berkelebat.
Hanya sesekali kembali…..

Wahai,
 Engkau yang punya segala upadaya,
Jangan terburu sungguh ku mohon,

hukum aku dengan cemburu-MU

Engkau juga Tuhan bagi segala yang liar dan jinak ,
Tambatkan saja hatiku, pada Rumah-MU

Yakinkanku,
ini doa,
dan kata-kata
Bukan kerja tersia

(Bks, Juli 2018)

Entah apa


(untuk K)



Entah apa

Yang merambat menyesak dada,

Ketika tengah malam

Aku sempat bercakap denganmu

Entah apa,

Yang mengaburkan bumi tempatku

Berpijak

Entah apa,

Seperti akar tetumbuhan merayap pelahan,

Hingga pagi datang



Entah,

Bukan mimpi tentunya

Sebab aku  harus berjaga malam ini,

Banyak pencoleng saat zaman susah,

Juga pencuri hati

Tapi kupun yakin bukan pula cinta,

(sebab cinta baru seminggu kukubur,

nisanpun belum lagi kering)


(Smd, Romadhon 25 1418H)

Tentang Ibu (tongggak peradabanku)


Aku cemas saja  menunggu waktu,
yang pasti bakal tiba jua

Kandil gemerlap,
sinarnya  akan menghabis

Hari gemerlap,
senjanya  akan kikis

Kian terasa,
hidup jadi sesal  yang nyeri,
ini cinta terlalu tipis,

Saat engkau merenta.
Hadirku kerap tiada